Kamis, 14 Juli 2011

Keadaan dan Permasalahan Pendidikan

Keadaan dan Permasalahan Pendidikan
(Rahmat Sahid, Pasca UMS. 2011)

Pembangunan pendidikan nasional tidak dapat lepas dari perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun global. Pendidikan harus dibangun dalam keterkaitannya secara fungsional dengan berbagai bidang kehidupan yang memiliki persoalan dan tantangan yang semakin kompleks.  Dalam dimensi sektoral tersebut, pembangunan pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada SDM dalam rangka menyiapkan tenaga kerja.
Dalam lima tahun mendatang, pembangunan pendidikan nasional dihadapkan pada berbagai tantangan serius, terutama dalam upaya meningkatkan kinerja yang mencakup (a) pemerataan dan perluasan akses; (b) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; (c) penataan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik; dan (d) peningkatan pembiayaan.
Indeks pembangunan manusia menunjukkan peringkat Indonesia yang mengalami penurunan sejak 1995, yaitu peringkat ke-104 pada tahun 1995, ke-109 pada tahun 2000, ke-110 pada tahun 2002,  ke 112 pada tahun 2003, dan sedikit membaik pada peringkat ke-111 pada tahun 2004 dan peringkat ke-110 pada tahun 2005. Penurunan indeks ini lebih banyak disebabkan oleh indikator penurunan kinerja perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997.
Dalam bukunya M. Sobry Sutiknyo,  tokoh pendidikan Sutjipto , mengemukakan bahwa kasus-kasus yang menyebabkan pendidikan nasional terpuruk adalah:
(1) Krisis nilai yang melanda anak didik sehingga mereka mudah untuk tawuran
(2) Kualitas pendidikan cenderung merosot
(3) Angka dropout yang cukup tinggi

(4) Ketidak-jujuran orang-orang yamg terlibat dalam pendidikan mulai dari peserta didik       yang nyontek,dan senang tawuran, guru atau dosen plagiator sampai dengan personalia    dalam Departemen Pendidikan Nasional yang korup.
            Demikian juga Arief Rahman sebagaimana dikutip oleh Armai Arif (2005) menyebutkan sembilan titik lemah dalam aplikasi sistem pendidikan di Indonesia yaitu:
1.   Titik berat pendidikan pada aspek kognitif
2.   Pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif dan inovatif
3.   Sistem pendidikan yang bergeser ( tereduksi ke pengajaran )
4.   Kurangnya minat belajar siswa
5.      Kultur mengejar gelar atau budaya mengejar ijazah.
6.      Praktik dan teori kurang berkembang
7.      Tidak melibatkan semua Stake holder , masyarakat, institusi pendidikan dan pemerintah
8.      Profesi guru hanya profesi ilmiah bukan kemanusiaan
9.      Problem nasional yang multidimensional dan lemahnya political will pemerintah
Melihat kenyataan perilaku siswa yang terjadi baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat,  seperti kekerasan, budaya nyontek, pergaulan bebas, permisif, merokok bahkan  ke arah narkoba dan lain-lain, menandakan bahwa terdapat kekeliruan dalam proses pendidikan yang ada dalam lingkungan sekolah, tanpa mengesampaingkan pengaruh lainnya. Paling dominan atas proses pendewasaan siswa  adalah lingkungan dan keluarga. Sekolah juga merupakan wahana  pembentuk kepribadian siswa yang paling utama. Seluruh komponen sekolah seharusnya mendukung dan membentuk pribadi siswa menjadi  manusia yang berbudi pekerti dan utuh. Dari semua komponen sekolah dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa adalah guru menjadi titik sentral yang utama. Jadilah guru yang sesungguhnya sesuai dengan tugas, fungsi, peran dan tanggung jawab yang ada. Hanya dengan guru yang sesungguhnya itulah proses pendidikan dan pendewasaan serta pembentukan budi perti siswa menjadi yang sesungguhnya dan seutuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar