Kamis, 14 Juli 2011

Manajemen Pendidikan masa depan

Manajemen Pendidikan masa depan
( Rahmat Sahid, Pasca UMS.2011)
     Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga di pusat dan daerah, mengembangkan mekanisme tata kelola, meningkatkan koordinasi antartingkat pemerintahan, mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan;  (2) mengembangkan dan menerapkan sistem pengawasan pembangunan pendidikan termasuk sistem tindak lanjut temuan hasil pengawasan terhadap setiap kegiatan pembangunan pendidikan termasuk pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan; dan (3) menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi satuan pendidikan dan desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pengelola pendidikan dalam  menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan efisien, transparan, bertanggung jawab, akuntabel serta partisipatif yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Dalam rangka pengembangan sistem pengawasan, perlu dilakukan perbaikan pelayanan kepada masyarakat dengan meningkatkan transparansi agar terhindar dari citra aparat atas praktik-praktik pelayanan yang berindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme sesuai dengan Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004. Selama ini dipersepsikan dengan sangat kuat oleh masyarakat bahwa sumber KKN terbesar dianggap berada di instansi pelayanan masyarakat. Perbaikan pelayanan itu akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
Pertama, untuk mencegah terjadinya kekeliruan persepsi atau kecurigaan masyarakat terhadap berbagai kebijakan dan pelayanan pendidikan oleh pemerintah, perlu ditingkatkan penyebarluasan informasi kebijakan. Sebagai mitra pemerintah, masyarakat perlu mendapatkan penyuluhan, pembinaan, dan ajakan untuk berperan aktif dalam pendidikan.
Kedua, peningkatan kapasitas aparat pemerintah yang menitikberatkan  dua aspek, yaitu (1) perubahan  pola pikir (mind-set), sikap mental dan perilaku sebagai pelayan masyarakat yang bebas KKN; dan (2) aspek teknis untuk memberikan kemampuan dan penguasaan terhadap tugasnya secara profesional dan handal. Dalam usaha mengubah pola pikir, sikap mental dan perilaku, perlu dilakukan advokasi yang menegaskan bahwa sebagai pelayan masyarakat, mereka dibiayai dengan uang rakyat sehingga semangat profesionalisme atas dasar prinsip menerima dan memberi (take and give) selalu melandasi kegiatan pelayanan sehari-hari. Di samping itu,  perlu ditekankan pula bahwa dalam era modernisasi/globalisasi, cara berpikir dan sikap feodalistis sudah tidak relevan lagi.
Ketiga, penciptaan sistem pelayanan yang murah, cepat, terbuka dan menyenangkan. Indikator keberhasilan pelayanan adalah kepuasan masyarakat atas pelayanan yang murah (bahkan gratis), cepat, terbuka, ramah dan kooperatif. Untuk itu, perlu dilakukan pemangkasan birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip efisiensi menuju pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Keempat, penciptaan sistem pengawasan yang efektif dan objektif  yang dapat mencegah praktik-praktik pelayanan yang berindikasi KKN. Sistem yang dimaksud harus mencakup pula rencana tindak-lanjut yang nyata dan efektif serta dapat dilaksanakan.
Kelima, peningkatan sistem pengendalian intern (SPI), berkoordinasi dengan BPKP dan BPK. Kegiatan pengembangan SPI dilakukan dengan membangun sistem dan prosedur yang menggunakan TIK. Di samping itu, dilakukan perbaikan internal dengan penataan, pemantapan, dan penerapan secara disiplin prosedur operasional standar (POS), serta peningkatan koordinasi dengan pihak eksternal seperti BPK, BPKP, dan Bawasda. Demikian pula kegiatan pengawasan terpadu yang disertai proses fasilitasi pengawasan oleh Itjen kepada Bawasda, pengawas sekolah dan penilik pendidikan luar sekolah serta satuan pengawas internal pada unit kerja yang diperiksa.
Keenam, pemberdayaan masyarakat untuk mendorong terciptanya pelayanan yang baik. Usaha ini dapat dilakukan dengan memberikan peran tertentu kepada masyarakat dalam pengawasan dan perumusan sistem pelayanan.
Ketujuh, pengembangan dan pemanfaatan ICT untuk mendukung peningkatan peran dan fungsi pelayanan pendidikan. Sistem yang dikembangkan diusahakan untuk dapat memenuhi dua hal, yaitu (a) kebutuhan manajemen atas sistem pendataan dan informasi yang akurat, mutakhir (up-to-date), dan mudah diakses; (b) kebutuhan masyarakat atas data dan informasi pelayanan pendidikan. Beberapa kegiatan yang sifatnya pengembangan dan pemanfaatan ICT, antara lain sebagai berikut (1) merancang dan mengimplementasikan sistem jaringan pendidikan nasional (Jardiknas), yang mencakup jaringan intranet dan internet, yang terhubung ke semua unit utama dan unit kerja Depdiknas di pusat, dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, satuan pendidikan/sekolah, UPT pendidikan lainnya dengan pusat data dan aplikasi/IDC; (2) merancang dan membuat aplikasi pangkalan data (database) yang menyimpan dan pengolah data dan informasi sistem dan prosedur keuangan, sistem perencanaan dan sistem monitoring, sistem kepegawaian, sistem pengawasan internal, sistem aset, sistem nomor pokok sekolah nasional (NPSN), sistem nomor induk siswa nasional (NISN), sistem nomor induk mahasiswa, sistem nomor induk guru nasional (NIGN), sistem nomor induk dosen, dan konten-konten pembelajaran lainnya; (3) menyediakan dan meningkatkan pemanfaatan TV edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan; dan (4) memfasilitasi pengumpulan/pemanfaatan media massa guna peningkatan proses pembelajaran dan pengajaran.
Kedelapan, penataan sistem dan mekanisme inventarisasi dan dokumentasi sarana, prasarana dan aset pendidikan, termasuk pengelolaan dokumen dan arsip Depdiknas yang saat ini mengadapi kesulitan. Kegiatan ini dapat memanfaatkan peran TIK yang dapat mentransformasikan pendataan dan kearsipan konvensional ke sistem digital.
Kesembilan, peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan untuk menjawab adanya gejala penurunan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan dalam era desentralisasi pendidikan. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan jangka pendek maupun pendidikan terstruktur/bergelar yang relevan untuk penyelesaian masalah di daerah, termasuk pelatihan perencanaan dan evaluasi yang melibatkan aparat pengelola pendidikan di daerah dan pusat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar